September 13, 2025
https://fakta-indonesia.com/wp-content/uploads/2024/11/POSTER-2-40_60CM-BUKTIKAN-TINTAMU-3.png

FAKTA-INDONESIA, SURABAYA-Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak memamerkan uang 3.5 miliar rupiah hasil siataan kredit fiktif dari salah satu Bank BUMN kepada PT DJA. Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, menjelaskan bahwa tim penyidik berhasil menyita uang titipan dari tersangka berinisial MK senilai Rp2 miliar. Uang tersebut diserahkan pada Jumat (22/8).

Sebelumnya, pada Selasa (19/8), penyidik telah melakukan penyitaan terhadap uang Rp1,5 miliar dari tersangka MK. Dengan tambahan penyitaan hari ini, total uang yang berhasil diamankan mencapai Rp3,5 miliar. “Penyitaan uang ini dilakukan berdasarkan Pasal 39 KUHAP untuk kepentingan pembuktian di persidangan,” ujar Agus Mahendra dalam keterangannya, jumat (22/08/25).

Sebagai bagian dari upaya penyelamatan aset negara, Kejari Tanjung Perak menempatkan uang titipan tersebut ke dalam Rekening Penampungan Lainnya (RPL) di Bank Syariah Indonesia, “ini sesuai Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Nomor 1 Tahun 2023,”imbuhnya

MK adalah komisaris PT. DJA, pada pertengahan Desember 2011, dia mendapat fasilitas pembiayaan modal kerja senilai 30 Miliar dari Bank Plat merah untuk kegiatan trading Batu bara. Saat itu badan usaha miliknya masih berstatus Persero Komanditer CV. DJ

AF, Account Officer (AO) Bank BUMN, diketahui membuat Laporan Hasil Kunjungan (LHK) dan analisa fiktif demi meloloskan permohonan MK. Lebih jauh, AF bahkan mengarahkan MK untuk mendirikan PT. DJA agar bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan korporasi.

Setelah PT. DJA berdiri, permohonan kembali diajukan tanpa dilakukan analisa ulang, dan pada 30 Maret 2012, akad pembiayaan senilai Rp27,5 miliar ditandatangani. Namun, dana yang dicairkan bukan digunakan untuk perdagangan batu bara sebagaimana peruntukannya. MK justru memakai kontrak dan invoice fiktif dari buyer untuk mencairkan pinjaman, lalu dana tersebut dialihkan untuk melunasi utang pribadinya.

Saat jatuh tempo, MK beberapa kali mengajukan penundaan pembayaran. Lagi-lagi, AF membuat analisa fiktif untuk mendukung permohonan tersebut. Atas perbuatannya, MK disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 3 Ayat jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Gus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *